Rabu, 28 Oktober 2020

Segerakan!!

Begitu banyak orang yang datang ke rumah. Umi duduk di sampingku sembari mengaji ditemani kakak pertama. Abi dari tadi hilir mudik kesana kemari. Entah sejak kapan Kakak kedua menangis di ujung ruangan.
Ku melihat Nisa berjalan mendekat, Hai Nis, matamu sembab, pasti kamu sedih melihat pucatnya wajahku. Ada perasaan tak enak, kemarin kita berjanji hari ini akan menggunakan gamis kembar yang sengaja kita beli. Nyatanya hanya kain putih ini yang mampu membungkusku. 

"Ustadz sudah bisa disholati, mohon berkenan menjadi imam" ucap Abi. Semua berdiri, para perempuan mengambil posisi di belakang jamaah lelaki termasuk umi. Selesai sholat aku mendengar umi dan Abi bertanya kepada siapa saja yang mengenaliku perkara hutang. Ya Allah, terima kasih mi, terima kasih bi sudah menanyakan soal perkara ini. Jika tidak celaka aku di sana kelak. 
"Gapapa tante, saya ikhlashkan tak perlu diganti" jawab Nisa saat Umi akan membayar hutangku. Umi mengetahui perkara hutang itu karena sebelum meminjam aku memberitahukannya. Sungguh kamu teman terbaikku Nis, padahal hutangku lima ratus ribu, saat itu aku pinjam untuk modal usaha tapi belum bisa aku kembalikan. Maaf, Allah yang akan membalas kebaikanmu. 

Astagfirullah, bagaimana ini?! Kemarin saat belanja di mbok Lasti kurang seribu lima ratus. Aku pikir masih ada waktu esok hari untuk membayar tapi kenyataannya umurku tak panjang. Bahayanya tak ada satupun yang mengetahui aku berhutang kepadanya. Tolong miii aku takut, jika perkara ini belum selesai sampai aku dikubur sungguh celaka diri ini!!. Sungguh aku menyesal meringankan perkara hutang kecil itu. Belum urusan ini selesai, aku diangkat dan dimasukan keranda. Tolooooong bayarkan hutangku ke mbok Lastiiiii, Umiiii abiii kakaaaaak. Aku berteriak tapi tak ada yang peduli.  Suara tahlil sepanjang jalan mulai terdengar. 

Sedikit demi sedikit tanah menutup diriku. Hatiku was-was karena perkara hutang yang belum lunas. Menyesal amat menyesal, mengapa tak kusegerakan melunasinya. Jika sudah begini aku bisa apa?!.  Terdengar kakak pertamaku memanggil seseorang.
"Mbok kemarin adikku bukannya belanja di mbok? Apa ada hutang?". Alhamdulilah. Terima kasih kak atas perhatianmu sudah memikirkan kelancaran adikmu di alam kubur. akhirnya aku bisa tenang. 

Aku pikir saat semalam ditabrak truk hidupku sudah berakhir. Tapi disini, di dalam tanah aku menyadari ini adalah perjalanan baru yang harus aku lewati. Seperti titik yang kadangku pikir sebuah akhir, nyatanya titik bisa menjadi awal paragraf baru untuk melanjutkan cerita. 

#writober#RBMIPJakarta#Titik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar