Minggu, 13 September 2015

IBAH (Dialah Ibah 1)

Panggil saja namanya Ibah, Lengkapnya Ibah Goribah ( tentu bukan nama asli), yang mengerti bahasa arab pasti tahu arti goribah, yupz.. dia sedikit berbeda dengan teman temannya yang lain. Tak ada yang tahu pasti kapan dia dilahirkan, tapi dia mengakui bahwa umurnya sudah 18 tahun.
Ketika hampir teman seumurannya memasuki dunia kampus, dia masih terbata dalam membaca dan menulis. Apa dia tidak sekolah?? Jelas bukan itu masalahnya, dia sudah pernah belajar di bangku sekolah dasar. Ada hal yang lain yang membuatnya seperti itu. Apa dia tidak normal?? Aah aku tak tahu pasti jawaban apa yang pantas untuk pertanyaan ini. Baiklah aku ceritakan awal mula aku mengenalnya.
Akhir 2014 aku resmi mengajar di salah satu sekolah yang terletak  di kota kecil Jawa Barat. Sekolah ini bersifat asrama, dibawah pengawasan sebuah yayasan asuh, anak-anak yang bersekolah disini hampir semuanya yatim dan dhuafa. Dikarenakan tempat tinggalku jauh, pihak sekolah memberiku fasilitas kamar yang bisa ku pakai ketika menginap disana.
Dibulan-bulan pertama, tidak ku temukan sesuatu yang lain dari dirinya, berpakaian, beraktifitas seperti hal layak lainnya. Oleh karena itu aku tak begitu memperhatikannya.
Aku lupa tepatnya kapan, aku mendengar suara begitu keras, seperti teriakan tangisan, padahal posisi kamarku sedikit berjauhan dengan kamar anak-anak. Aku bergegas mendekati mereka, takut terjadi apa-apa. Kaget, mungkin itu yang bisa ku katakan, aku dikejutkan dengan sosok itu, dia meronta, mengamuk, menangis, teriakannya semakin terdengar memilukan saat dirinya minta dipulangkan. Ah sudah biasa di dunia asrama ada rasa rindu ingin pulang, air mata sering menetes ingin berjumpa keluarga, karena ada suasana yang membuat tak betah diasrama. Tapi apakah dengan amukan atau teriakan?
Hampir semua anak-anak dan pengurus berkumpul menyaksikan dan mencoba membuatnya tenang. Tapi semakin dia ditenangkan dirinya semakin meronta, tangisannya semakin menjadi-jadi, ancaman kaburpun terucap olehnya. Aku bertanya kepada salah satu pengurus apa dia kemasukan setan?? Beliau menggeleng dan tersenyum "sudah biasa". Ketika itu aku pikir dia termasuk anak yang sering mencari perhatian banyak orang, saat aku masih di pondok  juga sering menemukan hal yang seperti ini, orang-orang pencari muka kami menyebutnya. Tak ada yang bisa kulakukan disana, akhirnya aku kembali lagi ke kamar, melupakan hal yang tadi kulihat. (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar