Sabtu, 28 Mei 2016

Hutang

akhir-akhir ini di asrama sedang ramai membicarakan hutang, beberapa dari anak memiliki hutang ke kantin, awalnya kantin tidak membuka hutang menghutang, tapi dikarenakan uang saku dari asrama beberapa minggu ini sering telat, petugas kantin berbaik hati untuk diperbolehkannya anak menghutang disana.

"ada yang sampai empat puluh ribu teh"

saya kaget saat menanyakan paling besar hutang mereka di kantin berapa. tak habis pikir mengapa diantara mereka berani sembrono seperti itu. uang saku asrama seminggu hanya sepuluh ribu, jika iya diantara mereka ada yang memiliki hutang sebesar empat puluh ribu, maka selama sebulan dia tidak bisa jajan atau membeli barang lain karena harus membayar hutangnya. 

Besar pasak dari pada tiang...

ini adalah istilah yang pas untuk kejadian di atas, besar pengeluaran dari pada pemasukan. saya mulai berpikir jika kebiasaan hutang ini dibiasakan sampai dewasa, apa yang akan terjadi?. dimulai dari kebaikan orang yang dengan senang hati dihutangi ditambah perhitungan yang sembrono hanya akan menghasilkan tumpukan hutang pada akhirnya. jika hal sekecil ini di biasakan sejak kecil, adakah yang menjamin ketika dewasa kebiasaan ini akan hilang? 

ini akan menjadi catatan calon ibu yang juga penting, yang menjadi dasar masalah adalah perasaan kita terhadap hutang itu. jika kita menganggap sepele dan menganggap hanya urusan kecil, itu akan menjadi kebiasaan, tapi jika beranggapan hutang sekecil apapun adalah berat dan membuat kita tidak nyaman jika memilikinya otomatis kita tidak akan menjadikannya kebiasaan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar