Senin, 07 Juli 2014

Puasa kecilku part2

"Mama ya ma..." rengeknya lagi. Aku mencoba memperhatikan anak kecil itu, sudah sedari tadi dia membujuk ibunya untuk mengizinkan dia berbuka puasa. Cuaca hari ini sebenarnya tidak begitu panas, mungkin si anak kelelahan setelah berbelanja dari tadi. Di angkot yang sesak si anak terus melobi ibunya, beberapa dari penumpang memperhatikan tingkah gadis kecil dan ekspresi ibunya percis seperti yang aku lakukan.
"Besok ga usah ikut mama belanja lagi!!" tegas ibunya. Sudah dari tadi wanita baya itu mencoba menahan emosinya, melihat mereka jadi pusat perhatian ibu itu pun mengambil sikap. Kata-kata yang terlontar dengan tegas berhasil mendiamkan si anak, walau dari terlihat dia ingin terus merayu tapi melihat ibunya berwajah datar tak menghiraukan sepertinya dia lebih baik berdiam diri.
Saat aku turun dari angkot aku tersenyum membayangkan hal yang tadi terjadi. Yang dilakukan anak kecil, rayuan dan rengekannya  mengingatkanku ketika  kecil. Kejadian yang mirip dengan dia dan ibunya.
Kalau tak salah ingat ketika itu aku duduk di bangku kelas tiga.  Selepas tadarus umi hendak pergi ke pasar, jam menunjukan angka 8. Biasanya umi pergi selepas shubuh  tapi tak tahu hari itu umi terlambat berangkat. Aku baru bangun tidur tenggorokanku terasa kering, masih pagi tapi rasa hausku sudah menyerang. Mungkin efek makan sahur tanpa kuah ditambah lupa minum karena ingin cepat cepat pergi ke kasur lagi. Aku berpikir cepat melihat umi ingin pergi ke pasar. Dengan alasan ingin menemani aku langsung di izinkan ikut, tentu dengan syarat tidak meminta jajan disana. Aku langsung menyanggupi karena dalam hati ada hal yang lebih mendesak dari pada jajan.
Keluarga besar pastinya belanjaan pun banyak, aku ga habis fikir umi tiap subuh ke pasar belanja sebanyak ini habis untuk dua kali makan. Tanganku sudah pegal membawa belanjaan sebanyak ini, Umi juga sudah menjingjing plastik besar. Setiap aku bertanya kapan selesai umi bilang sebentar lagi. Rasanya kakiku mau copot keliling pasar. Aku mendengus kesal dalam hati mengapa keluargaku mengkonsumsi makanan sebanyak ini, "Tuh keluarga yang lain kalau ke pasar pulang cuman bawa satu plastik, nah bawaan aku sama umiku sudah seperti penjual warung saja".
Matahari semakin meninggi, sebenarnya ingin aku merengek di pasar. Aku kecapean kehausan ingin minum gara gara belanja kelamaan tapi aku urung, bisa-bisa sampai di rumah aku kena semprot merengek di tempat umum. Di beca sepertinya cocok mengungkapkan keinginanku. Aku berusaha terlihat lemas mukaku memelas ingin dikasihani. Rasa haus dari bangun tidur tadi sudah tak tertahankan. Sesuai rencana aku merengek kehausan karena pergi ke pasar, bukan karena aku lupa minum saat tadi sahur. "Umi ya mi.. Segelas aja.." aku terus merengek menurunkan kadar bukaku. Awalnya aku ingin batal saja mengganti di lain hari. Karena sebelum ramadhan  guru agamaku memberi tahu ada hari qodho bila puasanya batal. Tapi umi mengabaikan. Aku merengek lagi puasaku sampai dzuhur saja untuk hari ini nanti aku lanjutkan lagi seperti tahun kemarin. Umi masih acuh tak mendengarkan. Dan yang terakhir aku hanya minta minum segelas air saja nanti sesampainya di rumah. Tapi tetap saja umi diam tak peduli. Sesampainya di rumah umi hanya mengatakan besok tak usah ikut lagi ke pasar.
Rencanaku ternyata tak mulus, malah berlipat kesengsaraanku dengan kaki dan tangan yang pegal pegal. Tega sekali umiku membiarkan anaknya sengsara. Di rumah aku tak berani merengek bukan karena umi akan marah besar tapi pasti kakak-kakakku ikut campur. Aku akan habis diejek mereka kalau ketahuan minta buka puasa, ejekan yang terus menggaung sampai buka puasa atau mungkin sampai datang lebaran. Sebal rasanya siang itu, tapi umi mengerti seharian sepulang dari pasar umi tak menyuruhku apa-apa sampai buka puasa. Aku hanya duduk menonton tv, berbaring dan tidur dan Umi tak berniat mengganggu kemalasanku. Ketika berbuka puasa umi baru bilang ke bapak tadi aku merengek ingin berbuka. Aku sudah khawatir kena marah tapi ternyata tidak, aku malah dipuji bisa bertahan sampai magrib setelah membantu umi berbelanja walau sebenarnya niatku awalku sudah buruk. Pengertian seorang ibu kadang tak dapat ditangkap oleh anak. Ibu hanya ingin mengajarkan kita untuk sedikit bertahan dan bersabar, tapi kadang kita sudah berburuk sangka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar