Minggu, 04 Oktober 2015

Sudah saatnya (memori email 16 desember 2014)

Suasana masih gelap ketika wanita itu terbangun, jam menunjukan angka tiga. Di luar kamar terdengar suara gesekan sendal, beberapa orang sudah lalu lalang beraktifitas. "Masih ada waktu" gumamnya dalam hati. Beban yang terus menggelayuti fikiran membuat ia ingin berlama-lama di atas sajadah memohon kemudahan pada Rabbnya. Sudah satu minggu hatinya bergejolak, dari masalah organisasi yang akan mengadakan dua kegiatan besar, sekolah tempat ia mengajar dan pikiran barunya yang terus menggerogoti bahkan Kemarin badannya memaksa ingin dimanja, meminta haknya untuk beristirahat karena kegiatan dan pikirannya akhir-akhir ini.
Selepas subuh tilawahnya beberapa kali terhenti, pikiran barunya terus menggoda. Dan Besarnya godaan membuat dia menghentikan tilawah, ditutupnya Al-quran.
"Sudah satu minggu" bisiknya dalam hati. Ada rencana yang harus dilakukan, tapi pertimbangan sana sini membuat dirinya urung.  Ditenggelamkan wajahnya dalam bantal mencoba menghilangkan pikiran dan rencana itu, tapi seperti halnya anak kecil menangis manja, pikiran itu terus mengusik. "Baiklah" dia bangkit dan meraih handphone. "Rencana ini harus tersampaikan sebelum akhir tahun" ia meyakinkan diri. Otak dan jari-jemarinya mencoba disingkronkan mengetik setiap kata, detak jantung ikut terpacu setiap dia mengetik huruf demi huruf.
 "Bissmilahirahmanirahim" kata pertama yang disematkan pada layar handponenya.
 "Tepat satu minggu yang lalu ditanggal 16 shafar usiaku bertambah. Sudah 24 tahun ternyata hidup di dunia ini. Syukurku padaNya atas semua nikmat yang telah diberikan. Terima kasih umi dan bapak atas kebaikan kalian berdua, pengorbanan kalian untuk anakmu ini tak akan bisa ternilai dan tergantikan. Di usia yang mulai terbilang matang ini izinkan anakmu untuk berniat mandiri. pengasuhan, pendidikan dan gemblengan selama ini sudah cukup menghantarkan adinda ke arah gerbang yang baru..." jarinya terhenti sejenak, menarik nafas dalam-dalam, melanjutkan kembali
"....Bapak umi, kekhawatiran kepada semua anak dalam benak kalian akan selalu ada. bahagiakah dan bisakah anakmu menjalani hari di gerbang yang baru??!!
Bapak umi jikalau kalian melihat ke tidak matangan pada anakmu ini, adinda ikhlash dan ridho siap menunggu dan memperbaiki diri. Tapi jika kalian melihat dalam diri adinda ada kemampuan, kematangan untuk mengarungi gerbang baru adinda harap, bapak dan umi untuk bersedia menyisihkan waktu memikirkan siapa imam yang pantas pengganti bapak untuk adinda.
Tergesah-gesahkah adinda dalam urusan ini??
Semoga pergejolakan hati, penantian, kesabaran adinda selama empat tahun tidak termasuk tergesah-gesah."
Tangannya terasa dingin seketika, matanya mulai memanas, tangan kanan segera menyeka sudut-sudutnya sebelum airnya jatuh. Terdiam sejenak memikirkan kembali apa yang sudah ia rencanakan. Mengumpulkan kebenarian, mencari kontak yang akan dituju, nafasnya terasa berat.
Klik!!
Beberapa sekian menit dia sudah memilih dari dua pilihan dilayarnya, "anda yakin menghapus pesan ini??" itu kalimat yang tertera.
Senyumnya mengembang disambut tawanya yang renyah. Ditaruhnya handphone  dalam lemari, dikunci. Lalu tertawa lagi, meraih selimut, membiarkan seluruh tubuhnya tertutupi.
"Pagi yang gila jika benar-benar aku akan melakukan itu" pikirnya santai, sesantai dia tertawa dibalik selimut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar