Ini tidak dapat dikatakan sebagai
resume sih, cuman berbagi sedikit ilmu apa yang sudah saya baca dari buku
“Muhammad Mengapa Begitu Agung?” Karya DR. Shalih Ibrahim saja. Dan Sebelum
memulai lebih indah jika kita membuka dengan namaNya..
Bissmilahirahmanirrahiim...
Sosok Muhammad yang saya kenal
dari kecil, beliau adalah seorang Rasul utusan Allah, menjadi rahmat untuk
seluruh alam, memiliki mukjizat yang begitu luar biasa dan Kebanggan saya
padanya terletak pada akhlak agungnya. Siapa yang tak mengenal akhlak beliau?
saya terpukau sejak pertama mengenal akhlaknya dari buku-buku shiroh. Aaah
pasti sudah tau bagaimana kejujuran beliau sejak kecil sehingga diberi julukan
Al-amin oleh orang Quraisy kan? Kesabaran tiada batas saat dihujat oleh kafir
Quraisy?? penyayang kesemua orang dan akhlak terpuji lainnya yang sangat keren
jika dibayangkan.. benar-benar kereeen..!!!
Hmm.. dulu saya hanya mengagumi
akhlak terpujinya saja, karena saya pikir apa yang terjadi dengannya semua
kehendak Allah, dengan memberikannya mukjizat, sehingga menjadikannya menjadi
sosok pemimpin. kehendak Allah? Itu Pasti.. tapi apa kemenangan yang beliau
raih hasil menunggu keputusan Allah tanpa ada rencana??
Tak pernah saya berpikir ternyata
keagungannya tidak sebatas akhlak mahmudah yang diakui kawan atau lawan saja, lebih
dari itu. Disinilah DR. Shalih Ibrahim membuka lebih lebar pemikiran saya, siapa
sosok Rasululloh sebenarnya. Dia mengupas sosoknya dari kecerdasan beliau dalam
perencanaan menuju islam yang gemilang, banyak hal yang terlewatkan dibeberapa
kejadian penting. Dia membagi pembahasannya menjadi tiga bagian, bab pertama
“Perencana Terjitu” menerangkan bagaimana Hijarah Rasululloh, dan mengupas
dengan cara yang berbeda dengan buku-buku shiroh yang pernah saya baca
tentunya. Bab kedua “Guru terhebat” menjelaskan bagaimana beliau mendidik para
sahabatnya dengan metode paling mutahir, dan bab ketiga “Negosiator Terulung”
menceritakan dibalik perundingan Hudaibiyah. Sungguh tercerahkan!!
Perencana Terjitu
pasti jika berbicara hijrah,
dalam benak kita terbayang bagaimana perjalan beliau ke madinah, seperti
bersembunyi di gua tsur bersama Abu Bakar, menyuruh Ali menggantikannya di
tempat tidur, dikejar dan dipegoki Suraqah bin Jabal dan lain sebagaimana
seperti yang sering kita baca di buku shiroh. Lalu apa perbedaan yang
dijelaskan oleh DR. Shalih Ibrahim??
Rencana!! Ya rencana dibalik itu
semua, jika Allah berkehendak bisa saja hijrahnya Rasululloh dengan sekejap
mata menggunakan buraq tanpa ada kendala. Rasululloh sudah sadar bahwa dirinya
akan diusir oleh kaumnya, informasi ini beliau dapatkan dari Waraqoh bin
naufal, paman khadijah yang menjelaskan bahwa yang terjadi dengannya di gua
hiro adalah Jibril sang pembawa wahyu menyampaikan risalah pertamanya. Dan
darinya lah beliau mengetahui bahwa dirinya akan diusir oleh kaumnya sendiri,
seperti yang terjadi dengan nabi-nabi sebelumnya. Dikuatkan dengan beberapa
ayat Al-quran yang mengatakan tentang pengusiran utusan-utusan Allah oleh
kaumnya yang datang sebelum beliau.
Jadi, apakah hijrah adalah peristiwa
kebetulan??
Dari awal Rasululloh sudah
merencanakan, kemana dia akan berhijrah? Dimana dia akan membangun kekuatan
umat yang terhimpun dalam suatu negara islam?. Rencana jitunya pun dimulai..
Penulis buku ini menerangkan proses hijrah membutuhkan tiga
strategi utama. Pertama, proses pengamatan, kedua, merancang perjalanan,
ketiga, berangkat hijrah. Proses pengamatan dilakukan dengan mengirimkan
beberapa kaum muslimin ke Habasyah, setelah turun perintah untuk berhijrah pastinya,
dan perginya Rasulullah ke Thaif. Mengapa Habasyah?? Mengapa Thaif?? Ada apa
disana?
Kita semua tahu bahwa terdapat
raja yang adil dan tidak mendzolimi siapapun yang ada dibawah kekuasaannya di
negeri Habasyah, tempat itulah yang menjadi rujukan Rasululooh untuk hijrah
pertama. Dengan analisanya, penulis mengatakan bahwa orang-orang muslim yang
hijrah kesana dengan jumlah 82-83 orang adalah sebagai “aset cadangan” yang
sewaktu-waktu digunakan jika keadaan mendesak. Lalu bagaimana opini yang mengatakan
bahwa “kaum muslimin yang pergi ke Habasyah guna menghindari segala fitnah
(intimidasi), mereka keluar karena Allah demi menyelamatkan agama mereka?”.
Dengan mengutip perkataan Syyid Qutb, jika memang begitu mengapa yang keluar
untuk berhijrah kesana bukan mereka yang tidak memiliki kekuatan? Namun yang
pergi adalah orang-orang terpandang yang masih memiliki kabilah pendukung untuk
melindunginya, seperti Utsman, Abu bakar, dan Ja’far. Atau apakah perginya
mereka untuk memperluas dakwah islam?? opini ini dipatahkan dengan tidak adanya
bukti kuat, bahwa mereka yang pergi telah diperintah oleh Rasululloh untuk
berdakwah, ditambah negeri Habasyah adalah negeri dibawah kekuasaan Nasrani dan
penduduknya sangat kuat memeluk agama itu, tentu berdakwah disana tidaklah
mudah. Melihat hal itu, pasti perginya mereka ke Habasyah memiliki maksud
tertentu dan itu adalah salah satu rencana besar Rasululloh.
Dalam pandangan penulis, setelah
Rasululoh memerintahkan kaum muslimin hijrah ke Habasyah, beliau terus berpikir
dimana tempat yang cocok untuk hijrah selanjutnya, tentunya ada syarat-syarat
yang harus terpenuhi bagi tempat yang akan menjadi tujuannya, karena beliau
tidak ingin hijrah tanpa ada pertimbangan yang matang dan mendalam.
Syarat-syaratnya adalah, wilayah yang kosong dari kekuasaan, berdekatan dengan
kota Mekah, wilayah yang dituju berdekatan dengan kawasan perniagaan karena
menjadi tempat perlintasan budaya, memiliki wilayah geografis yang
menguntungkan saat perang. Oleh karenanya Thaif adalah wilayah yang cukup tepat
untuk dijadikan tempat hijrah. Tapi seperti yang sudah diketahui orang-orang
Thaif malah menyakiti Rasululloh.
Rencana lain pun dilakukan,
dengan cara mendakwahi orang-orang yang pergi ke Baitullah untuk berhaji,
pendekatannya pun membuahi hasil, lima orang dari Yatsrib menjadi awal angin
hijrah selanjutnya kesana. Seperti yang kita tahu setelah itu ada baiat
diantara mereka, dan beberapa waktu mulai bertambah pengikutnya. Dilihat
penting Rasulullah mengutus mush’ab bin umar menjadi duta pertama islam ke
yatsrib untuk membimbing mereka. Mengapa Mush’ab?? Mengapa bukan Ali yang
dikenal kecerdasannya?? Apakah tugas Mush’ab hanya sebatas itu?? Waaah penulis
buku ini membuatku terus berpikir, apa-apa yang Rasulullah lakukan adalah
bagian dari Rencana besarnya yang sangat diperhitungkan bukan tanpa alasan.
Rasulullah sungguh tidak
berpangku tangan menunggu mukjizat dari Allah untuk membangun wilayah dibawah
hukum-hukumNya. Perencanaan yang matang beliau ajarkan kepada kita terlebih
dahulu sebelum bertawakal kepada Allah, setelah semua rencana diusahakan
barulah kita menyerahkan urusan itu padaNya. Ini membuatku terus dan terus
ingin mendalami karakter agungnya yang lain.
Wahai Rasulullah sungguh tak ada
yang lebih berhak dikagumi selain engkau, rindu ini pun menyelimuti hati ingin
jumpa. semoga rindu ini yang akan mengantarkan diri untuk mengikuti
sunnah-sunnahmu dan akhirnya dengan RahmatNya pula bisa bertemumu di surga
nanti. Aamiin