Kamis, 12 Desember 2013

Kalau berantakan,, RAPIKANLAH


Dalam sela-sela sepi terkadang aku merenung. Selalu berbisik kepada hati sendiri bahwa ada yang salah dengan diriku. Ada sesuatu yang mengganjal. Dan ada yang harus dibenahi.

Kemarin kau mendapati mutaba’ahku yang hanya bertuliskan 0,5 dalam kolom tilawah. Aku tahu sebagai seorang yang ku anggap guru, hatimu pasti runtuh. Murid yang kau ajar ini bukan berkembang malah makin menciut. Kaki yang dia janjikan berlari malah makin limbung meronta-ronta tak tentu. Dan kau hanya tersenyum menahan kecewamu dan bertanya “Kenapa ada masalah ?”. Aku yang tak tahu malu hanya menjawab “Manajemen waktu masih berantakan”. Mataku sendiri kulempar jatuh tak berani menatapmu. Sedih campur risih bagaimana bisa aku berani datang dihadapanmu. Benar-benar tak tahu malu diriku ini.

Lamat-lamat aku teringat apa saja yang kulakukan seharian. Tak banyak. Bisikan untuk tilawah dan manambah hafalan selalu ada. Tapi entah kenapa angin yang ditiupkan syaitan menerbangkannya pelan-pelan hingga bisikan itu menjauh. Dan aku terlena pada urusan duniawi. Lagi.

Kau bilang kalo berantakan maka rapikanlah.

Iya bukan hanya manajemen waktuku yang perlu ku rapikan. Tapi niatku yang harusnya jadi yang pertama. Tak boleh aku terus menyalahkan syaitan karena memang itulah pekerjaannya hingga sangkakalaNya ditiup oleh Malaikat Israfil nanti. Kalau aku menunggu syaitan jengah tak kan pernah selesai hingga hembus nafas terakhirku. Yang bisa di usahakan sebenarnya adalah niat. Niat yang harus lebih membara dibanding nyala syaitan. Dan aku belum memilikinya.

Iya kalau berantakan, rapikanlah. Sudah kutemukan yang mengganjal. Sudah saatnya membenahi. Maka sudah saatnya rapikan niat ini lagi