Angin lembut mengusap wajah, dan dia biarkan angin memainkan ujung-ujung rambutnya, sudah berapa kali dia berdiri di tempat itu, jendela kamar yang langsung menghadap ke persawahan, menjadi tempat favoritnya. Pagi, siang dan sore dia selalu sempatkan beberapa menit untuk berdiri disana, menghirup udara asri tempat itu, menikmati setiap hembusannya, seolah-olah udara segar itu mulai beredar keseluruh tubuh.
Jauh dibelahan bumi lain, orang-orang susah sekali bernafas, udara tercemar dimana-mana. Miris, melihat pemerintah yang tak bisa mengendalikan hal itu. Memang hanya pada Allah semua kita sandarkan, menunggu pemerintah seperti halnya menunggu banyak korban. Bukan sekedar rutinitas menghirup udara dan memsyukurinya, ada hal yang akhir-akhir ini sedang ia pikirkan, kadang bibirnya membentuk simpul saat yang dipikirkan membuatnya malu.
"menikah" sepertinya menjadi hal menarik baginya sekarang. Tata rias, kartu undangan, baju pengantin atau hal lain yang berhubungan dengan pernikahan dia pikirkan, malah sering mencari referensi di internet untuk sesuai keinginan. Tapi ada yang mengganjal, setelah membaca potongan cerita dari salah satu teman, hatinya mulai tak menentu.
" NAJMUDDIN AYYUB MENCARI JODOH
Semoga Allah mengkaruniakan kami dan anda sekalian dengan semisal isteri yang shalehah ini yang akan menggandeng tangan anda menuju ke dalam jannah
Najmuddin Ayyub (amir Tikrit) belum juga menikah dalam tempo yang lama. Maka bertanyalah sang saudara Asaduddin Syirkuh kepadanya: “Wahai saudaraku, kenapa engkau belum juga menikah?”
Najmuddin menjawab: “Aku belum menemukan seorang pun yang cocok untukku.”
“Maukah aku pinangkan seorang wanita untukmu?” tawar Asaduddin.
“Siapa?” Tandasnya.
“Puteri Malik Syah, anak Sulthan Muhammad bin Malik Syah Suthan Bani Saljuk atau puteri menteri Malik,” jawab asaduddin.
“Mereka semua tidak cocok untukku” tegas Najmuddin kepadanya.
Ia pun terheran, lalu kembali bertanya kepadanya: “Lantas siapa yang cocok untukmu?”
Najmuddin menjawab: “Aku menginginkan wanita shalehah yang akan menggandeng tanganku menuju jannah dan akan melahirkan seorang anak yang ia didik dengan baik hingga menjadi seorang pemuda dan ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.”
Ini merupakan mimpinya.
Asaduddin pun tak merasa heran dengan ucapan saudaranya tersebut. Ia bertanya kepadanya: “Terus dari mana engkau akan mendapatkan wanita seperti ini?”
“Barang siapa yang mengikhlaskan niatnya hanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepadanya,” jawab Najmuddin.
Suatu hari, Najmuddin duduk bersama salah seorang syaikh di masjid di kota Tikrit berbincang-bincang. Lalu datanglah seorang pemudi memanggil syaikh tersebut dari balik tabir sehingga ia memohon izin dari Najmuddin guna berbicara dengan sang pemudi. Najmuddin mendengar pembicaraan sang syaikh dengan si pemudi. Syaikh itu berkata kepada si pemudi: “Mengapa engkau menolak pemuda yang aku utus ke rumahmu untuk meminangmu?”
Pemudi itu menjawab: “Wahai syaikh, ia adalah sebaik-baik pemuda yang memiliki ketampanan dan kedudukan, akan tetapi ia tidak cocok untukku.”
“Lalu apa yang kamu inginkan?” Tanya syaikh.
Ia menjawab: “Tuanku asy-syaikh, aku menginginkan seorang pemuda yang akan menggandeng tanganku menuju jannah dan aku akan melahirkan seorang anak darinya yang akan menjadi seorang ksatria yang bakal mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.”
Allahu Akbar, satu ucapan yang persis dilontarkan oleh Najmuddin kepada saudaranya Asaduddin.
Ia menolak puteri Sulthan dan puteri menteri bersamaan dengan kedudukan dan kecantikan yang mereka miliki.
Demikian juga dengan sang pemudi, ia menolak pemuda yang memiliki kedudukan, ketampanan, dan harta.
Semua ini dilakukan demi apa? Keduanya mengidamkan sosok yang dapat menggandeng tangannya menuju jannah dan melahirkan seorang ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.
Bangkitlah Najmuddin seraya memanggil syaikh tersebut, “wahai Syaikh aku ingin menikahi pemudi ini.”
“Tapi ia seorang wanita fakir dari kampung,” jawab asy-syaikh.
“Wanita ini yang saya idamkan.” tegas Najmuddin.
Maka menikahlah Najmuddin Ayyub dengan sang pemudi. Dan dengan perbuatan, barang siapa yang mengikhlaskan niat, pasti Allah akan berikan rezeki atas niatnya tersebut.
Maka Allah mengaruniakan seorang putera kepada Najmuddin yang akan menjadi sosok ksatria yang bakal mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin. Ketahuilah, ksatria itu adalah Shalahuddin al-Ayyubi.
Inilah harta pusaka kita dan inilah yang harus dipelajari oleh anak-anak kita.
Talkhis: Kitabush Shiyam min Syarhil Mumti’ karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
Di ambil dari Majmu’ah Thalibatul ‘ilmi"
Luar bisa pikirnya, bagaimana tujuan mereka sungguh kuat lagi mulia, pernikahan dan calon yang selama ini ia pikirkan berbanding terbalik dengan cerita di atas. Dimana hati dan pikirannya hanya untuk kepuasannya sendiri. "Harus ada misi besar dan niat suci untuk gerbang ini!!" Tekadnya dalam hati. Jiwanya sudah tak menentu, mungkin efek cerita itu, berusaha keras menata perasaan dalam hati, mendelet rasa-rasa picisan keduniawian yang sungguh itu tak mudah baginya. Ini urusan penting dan hatinya sering berdesir "kepada siapakah kan ku labuhkan hati ini??"